Bumi merupakan
salah satu planet dari sistem tata surya yang terdapat
dalam suatu galaksi
bernama Galaksi Bima Sakti (The Milky Ways atau
Kabut Putih).
Selain planet-planet yang terdapat dalam tata surya, juga terdapat
benda-benda angkasa
lain, dan sekitar 200 milyar bintang yang ada di dalam
Galaksi Bima Sakti.
Lebih jauh lagi berdasarkan penelitian, Bima Sakti bukanlah
satu-satunya
galaksi, tetapi terdapat ratusan, jutaan, bahkan milyaran galaksi
pengisi jagat raya
ini. Sungguh Maha Besar dan Maha Tinggi Tuhan yang
telah menciptakan
bumi dan jagat raya dengan segala isinya.
Pada bab ini akan
dibahas tentang sejarah pembentukan bumi dan tata
surya dalam jagat
raya. Dengan mempelajarinya, diharapkan kamu dapat
menjelaskan proses
pembentukan bumi dan mendeskripsikan tata surya dalam
jagat raya.
A. PROSES TERJADINYA BUMI
Kita semua
bertempat tinggal di permukaan bumi yang kita rasakan sangat
luas. Bayangkan
saja, jari-jari yang dimiliki bumi mencapai 6.370 km. Panjang
keliling
Khatulistiwa yang melewati negara kita sekitar 40.000 km. Jadi kalau
dibandingkan sama
dengan 40 kali panjang Pulau Jawa.
Akan tetapi,
pernahkah kamu merenungkan tentang bagaimana bumi tempat
kita berpijak ini
terbentuk? Apakah bumi suatu benda yang bulat dan kaku?
Bagaimana sejarah
pembentukan dan perkembangan muka bumi? Seperti
apakah
karakteristik lapisan bumi? Semua pertanyaan tersebut tentunya akan
kita bahas dalam
subab ini, sehingga kamu mengetahui dan lebih memahaminya.
Proses terbentuknya
planet bumi tidak dapat dipisahkan dengan sejarah
terbentuknya tata
surya. Hal ini dikarenakan bumi merupakan salah satu anggota
keluarga matahari,
di samping planet-planet lain, komet, asteroid, dan meteor.
Bahkan para ilmuwan
memperkirakan bahwa matahari terbentuk terlebih dahulu,
sedangkan
planet-planet masih dalam wujud awan debu dan gas kosmis yang
disebut nebula berputar
mengelilingi matahari. Awan, debu, dan gas kosmis
tersebut terus
berputar dan akhirnya saling bersatu karena pengaruh gravitasi,
kemudian
mengelompok membentuk bulatan-bulatan bola besar yang disebut
planet, termasuk planet
bumi.
Dari proses
tersebut, kita memperoleh gambaran bahwa sistem tata surya
berasal dari massa
gas (kabut gas atau nebula) yang bercahaya dan berputar
perlahan-lahan.
Massa gas tersebut secara berangsur-angsur mendingin, mengecil,
dan mendekati
bentuk bola. Karena massa gas itu berotasi dengan kecepatan
yang makin lama
semakin tinggi, pada bagian khatulistiwa (ekuatornya) yang
mendapat gaya
sentrifugal paling besar, sehingga massa tersebut menggelembung.
Akhirnya dari
bagian yang menggelembung tersebut ada bagian yang terlepas
(terlempar) dan membentuk
bola-bola pijar dengan ukuran berbeda satu sama
lain.
Massa gas induk
tersebut akhirnya menjadi matahari, sedangkan bolabola
kecil yang terlepas
dari massa induknya mendingin menjadi planet, termasuk
bumi kita. Pada
saat terlepas dari massa induknya, planet-planet anggota
tata surya masih
merupakan bola pijar dengan suhu sangat tinggi. Karena
planet berotasi,
maka ada bagian tubuhnya yang terlepas dan berotasi sambil
beredar
mengelilingi planet tersebut. Benda tersebut selanjutnya dinamakan
bulan (satelit
alam).
Menurut hasil penelitian para ahli astronomi dan geologi, bumi kita sendiri
terbentuk atau
terlepas dari tubuh matahari sekitar 4500 juta tahun yang
lalu. Perkiraan
terbentuknya bumi ini didasarkan atas penelaahan palentologi
(ilmu yang
mempelajari fosil-fosil sisa mahluk hidup purba pada masa lampau)
dan stratigrafi (ilmu
yang mempelajari struktur lapisan-lapisan batuan pembentuk
muka bumi).
Pada saat terlahir
(sekitar 4500 juta tahun yang lalu) bumi kita pada
awalnya masih
merupakan bola pijar yang sangat panas, suhu permukaannya
mencapai 4.0000 C.
Dalam jangka waktu jutaan tahun, secara berangsurangsur
bumi kita
mendingin. Akibat proses pendinginan, bagian luar bumi
membeku membentuk
lapisan kerak bumi atau kulit bumi yang disebut litosfer,
sedangkan bagian
dalam planet bumi sampai sekarang masih dalam keadaan
panas dan berpijar.
Selain pembekuan
kerak bumi, pendinginan massa bumi ini mengakibatkan
terjadinya proses
penguapan gas secara besar-besaran ke angkasa. Proses
penguapan ini terjadi
dalam waktu jutaan tahun, sehingga terjadi akumulasi
uap dan gas yang
sangat banyak. Pada saat inilah mulai terbentuk atmosfer
bumi.
Uap air yang
terkumpul di atmosfer dalam waktu jutaan tahun tersebut,
pada akhirnya
dijatuhkan kembali sebagai hujan untuk pertama kalinya di
bumi, dengan
intensitas tinggi dan dalam waktu yang sangat lama. Titik-titik
air hujan yang
jatuh selanjutnya mengisi cekungan-cekungan muka bumi
membentuk bentang perairan
laut dan samudera.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, bahwa pada awal pembentukannya,
seluruh bagian
planet bumi relatif dingin. Kemudian pada proses selanjutnya,
suhu bumi semakin
meningkat hingga mencapai suhu seperti saat ini. Berdasarkan
penelitian para
ilmuwan, dijelaskan adanya tiga faktor yang menyebabkan
naiknya suhu bumi
tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Akresi (accretion)
yaitu naiknya suhu bumi akibat tumbukan bendabenda
angkasa atau meteor
yang menghujani bumi. Energi dari bendabenda
tersebut berubah
menjadi panas. Bayangkan saja, 5 ton berat
benda angkasa,
kemudian menghantam bumi dengan kecepatan 30 km
per detik,
diperkirakan memberikan energi yang sama dengan ledakan
nuklir sebesar 1000
ton. Daerah sekitar tumbukan tersebut meninggalkan
lubang-lubang yang
sangat besar (kawah) di permukaan bumi. Pada saat
bersamaan, bulan
juga ditabrak oleh benda angkasa tersebut. Karena
itu, apabila kamu
melihat bulan dengan menggunakan teropong maka
kamu bisa
menyaksikan kawah yang terbentuk pada masa lampau.
2. Kompresi yaitu
semakin memadatnya bumi karena adanya gaya gravitasi.
Bagian dalam bumi
menerima tekanan yang lebih besar dibandingkan bagian luarnya, sehingga pada
bagian dalam bumi suhunya lebih panas.
Tingginya suhu di
bagian dalam bumi (inti bumi) mengakibatkan unsur
besi pada bumi
menjadi cair, sehingga inti bumi merupakan cairan.
3. Adanya
disintegrasi atau penguraian unsur-unsur radioaktif seperti uranium,
thorium, dan
potasium. Jumlah unsur-unsur tersebut sebenarnya relatif
kecil tetapi dapat
meningkatkan suhu bumi. Atom-atom dari unsur-unsur
tersebut secara
spontan terurai dan mengeluarkan partikel-partikel atom
yang berubah
menjadi unsur lain dan diserap oleh batuan di sekitarnya. Itulah proses
pembentukan bumi, tempat kita tinggal dan hidup di dalamnya.
Lalu bagaimana
dengan proses terjadinya perlapisan di bumi? Secara ringkas,
proses pembentukan
bumi hingga terjadinya perlapisan tersebut terbagi menjadi
tiga tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Tahap pada saat
bumi merupakan planet yang homogen atau belum terjadi
diferensiasi dan
zonafikasi.
2. Proses diferensiasi
atau pemilahan, yaitu ketika material besi yang lebih
berat tenggelam
menuju pusat bumi, sedangkan material yang lebih ringan
bergerak ke
permukaan. Dengan demikian, bumi tidak lagi dalam keadaan
homogen, melainkan
terdiri atas material yang lebih berat (besi) di pusat
bumi dan material
yang lebih ringan di bagian yang lebih luar atau kerak
bumi.
3. Proses
zonafikasi, yaitu tahap ketika bumi terbagi menjadi beberapa
zona atau lapisan,
yaitu inti besi yang padat, inti besi cair, mantel bagian
bawah, zona
transisi, astenosfer yang cair, dan litosfer yang terdiri atas
kerak benua dan
kerak samudera. Dengan demikian, perubahan suhu yang dimulai dari bahan
pembentuk
bumi hingga
terbentuk bumi, kemudian mengalami pendinginan dan terjadinya
kenaikan suhu
kembali, seperti yang dijelaskan di atas, mengakibatkan bumi
sebagai planet yang
memiliki lapisan-lapisan. Proses zonafikasi pada bumi
telah membaginya ke
dalam beberapa lapisan.
B. PANGEA DAN
GONDWANA
Lapisan bumi yang
tersusun dari berbagai proses secara sedemikian rupa,
nampaklah
bagian-bagian yang di antaranya bagian terluar yang keras dan
bagian bawah yang
relatif cair. Kita merasakan seolah-oleh permukaan bumi
sesuatu yang kaku
dan diam (tidak bergerak). Ternyata sejak zaman dulu,
permukaan bumi yang
diam ini telah mengalami perjalanan atau pergeseran
yang jauh dari
bentuknya semula. Di antara para ilmuwan yang memberikan
gagasan tentang
adanya pergeseran di bumi yaitu Antonio Snidar – Pellegrini
yang mengamati
benua-benua Afrika dan Amerika Selatan merupakan benua
yang pernah
bersatu.
Seorang ahli ilmu
cuaca dari Jerman yang bernama Alfred Wegener (1912),
dalam teorinya yang
terkenal yaitu teori pengapungan benua (Continental
drift theory) mengemukakan bahwa
sampai sekitar 225 juta tahun lalu, di
bumi baru ada satu
benua dan samudra yang maha luas. Benua raksasa ini
dinamakan pangea,
sedangkan kawasan samudera yang mengapitnya dinamakan
panthalassa.
Sedikit demi
sedikit pangea mengalami retakan-retakan dan pecah. Sekitar
135 juta tahun yang
lalu, benua raksasa tersebut pecah menjadi dua, yaitu
pecahan benua di
sebelah utara dinamakan Laurasia dan di bagian selatan
dinamakan gondwana.
Kedua benua itu dipisahkan oleh jalur laut sempit
yang dinamakan Laut
Tethys. Sisa Laut Tethys pada saat ini merupakan
jalur cebakan
minyak bumi di sekitar laut-laut di kawasan Timur Tengah. Baik Laurasia
maupun Gondwana kemudian terpecah-pecah lagi menjadi
daratan yang lebih
kecil dan bergerak secara tidak beraturan dengan kecepatan
gerak berkisar
antara 1 – 10 cm pertahun (coba kalian lihat teori tektonik
lempeng). Dalam
sejarah perkembangan planet bumi, sekitar 65 juta tahun
lalu, Laurasia
merupakan cikal bakal benua-benua yang saat ini letaknya
di sebelah utara
ekuator (belahan bumi utara), meliputi Eurasia, Amerika
Utara, dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Adapun Gondwana merupakan
cikal bakal
benua-benua di belahan bumi selatan, meliputi Amerika Selatan,
Afrika, Sub benua India,
Australia, dan Antartika, hingga terbentuklah benuabenua
yang kita saksikan
saat ini. Kerak bumi atau lapisan bumi bagian atas pada dasarnya terdiri atas
kerak samudera dan kerak benua.
Kedua kerak ini bukanlah sesuatu yang
kaku dan diam,
tetapi terus bergerak aktif mengalami pergeseran hingga saat
ini. Lalu
bagaimanakah pergeseran benua terjadi? Selanjutnya akan dibahas
pada bagian lempeng
tektonik.
C. KARAKTERISTIK
PERLAPISAN BUMI
Setelah planet bumi
ini terbentuk dari massa gas, lambat laun mengalami
proses pendinginan.
Akibatnya bagian terluarnya menjadi keras, sedangkan,
bagian dalamnya
masih tetap merupakan massa zat yang panas dalam keadaan
lunak. Sepanjang
proses pendinginan berlangsung dalam jangka waktu jutaan
tahun, zat-zat
pembentuk bumi yang terdiri atas berbagai jenis sifat kimia
dan fisikanya
sempat memisahkan diri sesuai dengan perbedaan sifat-sifat
tersebut.
Hasil-hasil penelitian terhadap fisik bumi menunjukkan bahwa batuanbatuan
pembentuk bumi
mulai dari kerak bumi sampai inti bumi mempunyai
komposisi mineral
dan unsur kimia yang berbeda-beda.
Pada dasarnya
planet bumi mempunyai struktur utama (dari permukaan
sampai ke dalam),
yaitu sebagai berikut.
1. Litosfer
(lapisan batuan pembentuk kulit bumi atau crust)
Litosfer berasal
dari kata lithos berarti batu dan sfhere/sphaira berarti
bulatan atau lapisan.
Dengan demikian Litosfer dapat diartikan lapisan
batuan pembentuk
kulit bumi.
Dalam pengertian lain, litosfer adalah lapisan
bumi paling atas
dengan ketebalan lebih kurang 70 km yang tersusun dari
batuan penyusun
kulit bumi. Lebih lanjut mengenai litosfer akan dibahas
dalam bab 4.
2. Astenosfer
(lapisan selubung atau mantle)
Astenosfer, yaitu
lapisan yang terletak di bawah litosfer dengan ketebalan
sekitar 2.900 km
berupa material cair kental dan berpijar dengan suhu sekitar
3.000 0C, merupakan
campuran dari berbagai bahan yang bersifat cair, padat
dan gas bersuhu
tinggi.
3. Barisfer
(lapisan inti bumi atau core)
Barisfer, yaitu
lapisan inti bumi yang merupakan bagian bumi paling dalam
yang tersusun atas
lapisan Nife (Niccolum atau nikel dan ferrrum atau besi).
Lapisan ini dapat
pula dibedakan atas dua bagian yaitu inti luar dan inti
dalam.
a. Inti luar (Outer
core)
Inti luar adalah
inti bumi yang ada di bagian luar. Tebal lapisan ini sekitar
2.200 km, tersusun
atas materi besi dan nikel yang bersifat cair, kental, dan
panas berpijar
bersuhu sekitar 3.900 0C.
b. Inti dalam
(Inner core)
Inti dalam adalah
inti bumi yang ada di lapisan dalam dengan ketebalan
sekitar 2.500 km,
tersusun atas materi besi dan nikel pada suhu yang sangat
tinggi yakni
sekitar 4.8000 C, akan tetapi tetap dalam keadaan padat dengan
densitas sekitar 10
gram/cm3. Hal itu disebabkan adanya tekanan yang sangat
tinggi dari
bagian-bagian bumi lainnya. Lapisan atas kerak bumi, di daerah daratan,
biasanya dilapisi tanah.
Tanah, yang terdiri
atas partikel batuan yang ditimpa cuaca, juga mengandung
banyak zat organik
yang berasal dari pembusukan makhluk hidup zaman
purba. Tanah
mendukung kehidupan tanaman di bumi dan juga binatang karena
makanan hewan, baik
langsung maupun tidak berasal dari tanaman.
Berdasarkan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik lapisan
bumi paling dalam
(inti) memiliki sifat pejal atau keras yang diselubungi lapisan
cair relatif
kental, sedangkan bagian luar atau atasnya berupa litosfer yang
pejal dan keras
pula.
D. TEORI
TERBENTUKNYA KULIT BUMI
Kulit bumi dari
waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Hal ini
telah menjadi bahan
pemikiran para ahli untuk mengungkap proses perubahan
dan perkembangan
kulit bumi pada masa lalu, sekarang dan prediksi pada
masa yang akan
datang. Adapun berbagai teori terbentuknya kulit bumi yang
dikemukakan para
ahli antara lain sebagai berikut.
1. Teori kontraksi
(Contraction theory)
Teori ini
dikemukakan pertama kali oleh Descrates (1596-1650). Ia
menyatakan bahwa
bumi semakin lama semakin susut dan mengkerut yang disebabkan oleh terjadinya
proses pendinginan, sehingga di bagian permukaannya
terbentuk relief
berupa gunung, lembah, dan dataran.
Teori kontraksi
didukung pula oleh James Dana (1847) dan Elie de
Baumant (1852). Mereka
berpendapat bahwa bumi mengalami pengerutan
karena terjadi
proses pendinginan di bagian dalam bumi yang mengakibatkan
bagian permukaan
bumi mengerut membentuk pegunungan dan lembah-lembah.
2. Teori dua benua
(Laurasia-Gondwana theory)
Teori ini
menyatakan bahwa pada awalnya bumi terdiri atas dua benua
yang sangat besar,
yaitu Laurasia di sekitar kutub utara dan Gondwana
di sekitar kutub
selatan bumi. Kedua benua tersebut kemudian bergerak perlahan
ke arah equator
bumi, sehingga akhirnya terpecah-pecah menjadi benua benua
yang lebih kecil.
Laurasia terpecah menjadi Asia, Eropa dan Amerika Utara,
sedangkan Gondwana
terpecah menjadi Afrika, Australia dan Amerika Selatan.
Teori
Laurasia-Gondwana kali pertama dikemukakan oleh Edward Zuess
pada 1884.
3. Teori pengapungan benua (Continental
drift theory)
Teori pengapungan
benua dikemukakan oleh Alfred Wegener pada 1912.
Ia menyatakan bahwa
pada awalnya di bumi hanya ada satu benua maha besar yang disebut Pangea.
Menurutnya benua tersebut kemudian terpecahpecah
dan terus bergerak
melalui dasar laut. Gerakan rotasi bumi yang sentripugal,
mengakibatkan
pecahan benua tersebut bergerak ke arah barat menuju equator.
Teori ini didukung
oleh bukti-bukti berupa kesamaan garis pantai Afrika bagian
barat dengan
Amerika Selatan bagian timur, serta adanya kesamaan batuan
dan fosil pada
kedua daerah tersebut.
4. Teori konveksi (Convection
theory)
Menurut teori
konveksi yang dikemukakan oleh Arthur Holmes dan
Harry H. Hess dan dikembangkan
lebih lanjut oleh Robert Diesz, menyatakan
bahwa di dalam bumi
yang masih dalam keadaan panas dan berpijar terjadi
arus konveksi ke
arah lapisan kulit bumi yang berada di atasnya, sehingga
ketika arus
konveksi yang membawa materi berupa lava sampai ke permukaan
bumi di mid
oceanic ridge (punggung tengah samudera), lava tersebut akan
membeku membentuk
lapisan kulit bumi yang baru menggeser dan menggantikan
kulit bumi yang
lebih tua.
Bukti kebenaran
teori konveksi adalah terdapatnya tanggul dasar samudera
(Mid Oceanic
Ridge), seperti Mid Atlantic Ridge dan Pasific-Atlantic Ridge.
Bukti lainnya
didasarkan pada penelitian umur dasar laut yang membuktikan
bahwa semakin jauh
dari punggung tengah samudera, umur batuan semakin
tua. Artinya
terdapat gerakan yang berasal dari Mid Oceanic Ridge ke arah
berlawanan yang
disebabkan oleh adanya arus konveksi dari lapisan di bawah
kulit bumi.
5. Teori lempeng
tektonik (Plate Tectonic theory)
Seperti dijelaskan
sebelumnya bahwa planet bumi terdiri atas sejumlah
lapisan. Lapisan
bagian atas bumi merupakan bagian yang tegar dan kaku
berada pada suatu
lapisan yang plastik atau cair. Hal ini mengakibatkan lapisan
permukaaan bumi
bagian atas menjadi tidak stabil dan selalu bergerak sesuai
dengan gerakan yang
berada di bawahnya. Keadaan inilah yang melatarbelakangi
lahirnya teori
Lempeng Tektonik. Lahirnya teori lempeng tektonik (tectonic
Plate theory) pada tahun 1968
merupakan kenyataan mutakhir dalam geologi
yang menunjukkan
terjadinya evolusi bentuk permukaan bumi.
Teori lempeng
tektonik dikemukakan oleh Tozo Wilso. Berdasarkan teori
ini, kulit bumi
atau litosfer terdiri atas beberapa lempeng tektonik yang berada
di atas lapisan
astenosfer, Lempeng-lempeng tektonik pembentuk kulit bumi
selalu bergerak
karena pengaruh arus konveksi yang terjadi pada lapisan
astenosfer yang
berada di bawah lempeng tektonik kulit bumi.
Litosfer sebagai lapisan
paling luar dari badan bumi, bagaikan kulit ari
pada kulit manusia
dan merupakan lapisan kerak bumi yang tipis. Prinsip
teori tektonik
lempeng adalah kulit bumi terdiri atas lempeng-lempeng
yang kaku dengan
bentuk tidak beraturan. Dinamakan lempeng karena
bagian litosfer
mempunyai ukuran yang besar di kedua dimensi horizontal
(panjang dan
lebar), tetapi berukuran kecil pada arah vertikal (ketebalan).
Bandingkan dengan
daun meja, daun pintu, atau lantai di kelas kalian! Lempeng
ini terdiri atas
lempeng benua (tebal sekitar 40 km) dan lempeng samudera
(tebal sekitar 10
km). Kedua lempeng tersebut berada di atas lapisan astenosfer
dengan kecepatan
rata-rata 10 cm/tahun atau 100 km/10 juta tahun.
Astenosfer
merupakan suatu lapisan yang cair (kental) dan sangat panas.
Panasnya cairan astenosfer
senantiasa memberikan kekuatan besar dari dalam
bumi untuk
menggerakkan lempeng-lempeng secara tidak beraturan. Kekuatan
ini dinamakan tenaga
endogen yang telah menghasilkan berbagai bentuk
di permukaan bumi.
Di bumi ini litosfer terpecah-pecah menjadi sekitar 12
lempeng.
Teori lempeng
tektonik banyak didukung oleh fakta ilmiah, terutama dari
data penelitian
geologi, geologi kelautan, kemagnetan purba, kegempaan,
pendugaan
paleontologi, dan pemboran laut dalam. Lahirnya teori lempeng
tektonik sebenarnya
merupakan jalinan dari berbagai konsep dan teori lama
seperti Teori
Apungan Benua, Teori Arus Konveksi, Teori Pemekaran Lantai
samudera, dan Teori
Sesar Mendatar, sebagaimana telah dijelaskan pada
teori-teori di
atas. Lempeng-lempeng tersebut selalu bergerak dan mendesak satu sama
lain. Lempeng
tektonik bagian atas disebut lempeng samudera, sedangkan
lempeng tektonik
pada bagian atas terdapat masa kontinen disebut lempeng
benua. Kedua lempeng ini
memiliki sifat yang berbeda. Apabila dua lempeng
yang berbeda sifat
tersebut saling mendekat, umumnya lempeng samudera
akan ditekuk ke
bawah lempeng benua hingga jauh ke dalam lapisan astenosfer.
Bertemunya antara
dua lempeng seperti ini dinamakan gerakan bertumbukan
(subduction),
sedangkan daerah yang menjadi tempat tumbukan lempenglempeng
disebut subduction
zone.
Selain saling
mendekat kemudian bertumbukan, gerakan lempeng juga
ada yang saling
menjauh dengan lempeng lainnya, dinamakan gerak divergent
atau disebut juga
sebagai proses pemekaran. Hasil pemekaran lempeng yang
berada di atas
benua disebut rifting, sedangkan pemekaran yang berada
di samudera disebut
spreading. Contoh proses ini adalah pecahnya Benua
Pangea pada Zaman
Trias dengan membentuk celah sepanjang pinggiran Atlantik
yang memisahkan
Afrika dan Amerika Latin. Coba kamu perhatikan kedua
benua tersebut!
Pasti nampak seperti sebuah sobekan kertas yang keduanya
menunjukkan
ciri-ciri bekas sobekan yang berpasangan. Selain itu, ada juga
gerakan lempeng
yang hanya bersinggungan atau berpapasan, disebut juga
transcurrent fault.
Setiap gerakan
lempeng yang berbeda tersebut, akan mempengaruhi gejala
dan fenomena alam
di atas permukaan bumi. Secara lengkap, prinsip pergerakan
lempeng-lempeng
tektonik adalah sebagai berikut:
a. Konvergensi
Konvergensi, yaitu gerakan
saling bertumbukan antarlempeng tektonik.
Tumbukan
antarlempeng tektonik dapat berupa tumbukan antara lempeng benua
dengan benua atau
antara lempeng benua dengan lempeng dasar samudera.
Zone atau tempat
terjadinya tumbukan antara lempeng tektonik benua dengan
benua disebut Zone
Konvergen. Contohnya tumbukan antara lempeng India
dengan lempeng
Benua Eurasia yang menghasilkan terbentuknya pegunungan
lipatan muda
Himalaya yang merupakan pegunungan tertinggi di dunia dengan
puncak
tertingginya, yaitu Mount Everest. Contoh lainnya, tumbukan lempeng
Italia dengan Benua
Eropa yang menghasilkan terbentuknya Pegunungan Alpen.
Zone berupa jalur
tumbukan antarlempeng benua dengan lempeng dasar
samudera, disebut Zone
Subduksi atau zone tunjam, contohnya tumbukan
antara lempeng
benua Amerika dengan lempeng dasar Samudera Pasifik yang
menghasilkan
terbentuknya Pegunungan Rocky dan Pegunungan Andes.
Fenomana yang
dihasilkannya:
1) lempeng samudera
menghujam ke bawah lempeng benua;
2) terbentuk palung
laut di tempat tumbukan tersebut;
3) pembengkakan
tepi lempeng benua yang merupakan deretan pegunungan;
4) terdapat
aktivitas vulkanisme, intrusi dan ekstrusi;
5) daerah
hiposentra gempa dangkal dan dalam;
6) penghancuran
lempeng akibat pergesekan lempeng;
7) timbunan sedimen
campuran atau melange.
Contoh:
Pegunungan di
pantai barat Amerika, deretan Pulau Sumatera, Jawa dan Nusa
Tenggara, merupakan
akibat pembengkakan lempeng benua. Bermunculan puncak
gunungapi dan
terjadi gempa di sepanjang pulau dan pegunungan tersebut.
Ingatlah bahaya
gempa yang menimbulkan Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara
pada akhir Desember
2004, gempa tersebut timbul akibat adanya tumbukan
antara lempeng
samudera Australia terhadap lempeng benua Asia.
b. Divergensi
Divergensi yaitu gerakan
saling menjauh antarlempeng tektonik contohnya
gerakan saling
menjauh antara lempeng Afrika dengan Amerika bagian selatan.
Zone berupa jalur
tempat berpisahnya lempeng-lempeng tektonik disebut
Zone Divergen (zone sebar pisah).
Fenomena yang terjadi, sebagai berikut:
1) Perenggangan
lempeng yang disertai pertumbukan kedua tepinya.
2) Pembentukan
tanggul dasar samudera (med ocean ridge) di sepanjang
tempat perenggangan
lempeng-lempeng tersebut.
3) Aktivitas
vulkanisme laut dalam yang menghasilkan lava basa berstruktur
bantal (lava
bantal) dan hamparan leleran lava encer, dan
4) Aktivitas gempa.
Contoh:
Di Lautan Atlantik,
tanggul dasar samudera memanjang dari dekat Kutub
Utara sampai
mendekati Kutub Selatan. Celah ini menjadikan benua Amerika
bergerak saling
menjauh dengan benua Eropa dan Afrika.
c. Sesar mendatar
Sesar mendatar
(Transform),
yaitu gerakan saling bergesekan (berlawanan
arah) antarlempeng
tektonik. Contohnya, gesekan antara lempeng Samudera
Pasifik dengan
lempeng daratan Amerika Utara yang mengakibatkan terbentuknya
Sesar San Andreas
yang membentang sepanjang kurang lebih 1.200 km dari
San Francisco di
utara sampai Los Angeles di selatan Amerika Serikat. Zone
berupa jalur tempat
bergesekan lempeng-lempeng tektonik disebut Zone Sesar
Mendatar (Zone Transform).
Bentukan alam yang dihasilkan antara lain
patahan atau sesar
mendatar. Gerak patahan atau sesar ini dapat menimbulkan
gempa bumi. Contoh:
Sesar Sam Andreas di California.
Tenaga endogen yang
telah mengakibatkan adanya variasi bentuk muka
bumi, tidak hanya
terjadi di daratan melainkan juga di dasar laut.
E. GEJALA LEMPENG
TEKTONIK KAITANNYA DENGAN PERSEBARAN
GUNUNGAPI DAN GEMPA
BUMI
Pola dan sebaran
gunungapi serta gempa
bumi tersebut
tentunya tidak terlepas dari keterkaitannya dengan proses alam
lainnya, yaitu
akibat gerak mendatar lempeng-lempeng, baik secara tumbukan
(konvergen),
divergen, maupun berpapasan. Saat ini gunungapi yang aktif di dunia berjumlah
500 sampai 600 buah
yang tersebar di
tiga tempat utama, yaitu sebagai berikut:
1. Di sekitar
Samudera Pasifik (sekitar 62%) dengan rincian sekitar 45%
tersebar
dikepulauan Pasifik Bagian Barat dan 17% di daerah pinggiran
Pasifik Utara dan
Pasifik Selatan.
2. Di Indonesia
(14%). Terletak memanjang membentuk jalur pengunungan
aktif sepanjang
7.000 – 7.500 km dan lebar 50 – 200 km, mulai dari
Aceh di ujung barat
hingga Halmahera di ujung timurnya.
3. Sisanya tersebar
di busur kepulauan dan pinggiran Amerika di Pasifik.
Sekitar 3% terletak
di Pasifik Tengah (Hawaii dan Samoa), 1% terdapat
di pulau-pulau di
Samudera Hindia, 13% di Atlantik (Azores, Cape Verde
Island, Kanada, dan
Medeira yang merupakan gunungapi bawah laut),
dan 7% tersebar di
Mediteran dan Asia Kecil Utara. Sekitar 4%-nya
terletak di tengah
benua dan dikenal sebagai African Rift System.
Gunungapi tersebut
sebagian besar terdapat di daratan, yaitu sekitar
83%, sedangkan
sisanya tersebar sebagai gunungapi bawah laut atau dinamakan
sub marine volcano. Penyebarannya
mengikuti jalur-jalur memanjang,
yang diduga ada
kaitannya dengan rekahan-rekahan kulit bumi.
Jalur I merupakan
jalur gunungapi yang mengikuti jalur pegunungan lipatan
di sepanjang
pinggiran Pasifik, terus menyambung melalui Pegunungan Andes,
Amerika Tengah,
Meksiko, Amerika Bagian Barat, dan Kanada, Alaska,
Asia, Kamchatka,
Jepang, Filipina, Indonesia Timur, Kepulauan Melanesia,
dan Selandia Baru.
Di sebelah barat, di sepanjang pinggiran benua Asia dan
Afrika, deretan
gunungapinya mengikuti rangkaian kepulauan dan sisanya
membusur ke
samudera. Batas antara rangkaian pulau-pulau tersebut dan
Samudera Pasifik
masing-masing mempunyai sifat dan keadaan geologi mulai
dari sebelah timur
pulau-pulau Bouier dan Mariana di utara Irian (Papua),
melewati Kepulauan
Solomon dan berakhir di Kepulauan Tonga dan Karnadek.
Jalur II merupakan
daerah gunungapi yang tak sempurna mengikuti jalur
pegunungan lipatan
muda. Mulai laut tengah hingga ke Asia Kecil dan Kepulauan
Indonesia. Jalur
ini di bagian timur Asia dipotong oleh deretan pegunungan
tinggi Asia.
Gunungapi bawah laut pada jalur ini ditemukan di beberapa tempat,
antara lain di Laut
Tengah, yaitu antara Sisilia dan Tunisia, di daerah Kepulauan
Lipari dekat
pesisir Arakan dan di Indonesia.
Aktivitas gunungapi
merupakan sebab utama adanya sebaran panas bumi,
terutama
hidrotermal. Batuan pemanas dari aktivitas vulkanisme akan berfungsi
sebagai sumber
pemanasan air. Panas yang ditimbulkan oleh pergerakan sesar
aktif kadang-kadang
berfungsi pula sebagai sumber panas. Seperti sumbersumber
mata air panas di
daerah sekitar gunungapi di sepanjang jalur sesar
aktif Palu – Koro,
di Sulawesi.
|
BAB 2
2.Memahami sejarah pembentukan bumi
0 Response to "BAB 2"
Post a Comment